Pages

Monday, 9 August 2010

Perjalanan Abu Bakar Baasyir dan Hukum

Abu Bakar Baasyir hari ini ditangkap oleh Tim Densus 88 Mabes Polri di Ciamis Jawa Barat dalam perjalanannya menuju Solo. Ustad Baasyir diduga terkait dengan aktivitas teroris. Pengasuh Pondok Pesantren al Mukmin Ngruki ini telah menjalani pemeriksaan dan dicerca dengan 41 pertanyaan dari penyidik.

Kabar terakhir, Abu Bakar Baasyir dinyatakan terkena penyakit kronis oleh Tim medis dari Mer-C. Sehingga Ba'asyir harus didampingi oleh tim kesehatan yang khusus memantau penyakit yang dideritanya.

Berikut adalah perjalanan Ustad Abu Bakar Baasyir atas ketersangkutannya dengan hukum yang diambil dari Bisnis Indonesia


Abubakar Baasyir bin Abu Bakar Abud lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 17 Agustus 1938. Berarti, 17 Agustus nanti dia akan berumur 72 tahun.

Ustad yang disebut garis keras oleh banyak kalangan ini lahir dari ayah keturunan Hadramaut (Yaman) dan ibu berdarah Jawa. Dia adalah alumunus Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, tahun 1959, sebelum kemudian berkuliah di Fakultas Dakwah, Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah dan lulus pada 1963.

Dia pernah menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Solo, Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia pada 1961, dan Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam.

Pada 10 Maret 1972, Baasyir mendirikan Pondok Pesantren Al-Mukmin, bersama sejumlah kawannya antara lain Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase, dan Abdllah Baraja.

Al-Mukmin terletak di Ngruki, Solo, Jawa Tengah. Semula kegiatan pesantren ini terbatas pada diskusi agama selepas salat dzuhur. Membajirnya jumlah jemaah membuat para mubalig dan ustad kemudian mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah, untuk kemudian menjadi pondok pesantren.

Baasyir berulangkali dipenjarakan tanpa menjalani pengadilan terlebih dahulu, dari 1978 sampai 1982, semasa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Pada 1983, Baasyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Dia dituduh menghasut orang menolak asas tunggal Pancasila dan melarang santrinya hormat bendera karena menurutnya itu perbuatan syirik.

Dia juga dianggap bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto), salah seorang tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah.

Di pengadilan, Baasyir dan Abdullah Sungkar divonis 9 tahun penjara. Ketika dibebaskan setelah menjalani vonis 1983, dia kembali dijerat tuduhan terlibat pemboman Candi Borobudur pada 1985. Namun, ketika itu dia kabur ke Malaysia.

Selama di Negeri Jiran itu, Baasyir mengenalkan pemikiran-pemikiran agamanya di Malaysia dan Singapura. Dia bolak balik di dua negara itu, sampai kemudian Soeharto jauh pada 1998.

Setahun setelah Soeharto jatuh, Baasyir kembali ke Indonesia dan aktif kembali berdakwah, dengan pandangan yang bagi kebanyakan muslim Indonesia dianggap keras.

Baasyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari organisasi Islam garis keras yang disebut bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.

Menolak putusan

Pada 10 Januari 2002, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Muljadji menyatakan pengadilan segera mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap pemimpin tertinggi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Baasyir.

Pada 25 Januari 2002, Abubakar Baasyir memenuhi panggilan untuk mengklarifikasi statusnya ke Mabes Polri. "Pemanggilan itu merupakan klarifikasi dan pengayoman terhadap warga negara," tegas pengacara Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan, waktu itu.

Pada 19 April 2002, Baasyir menolak eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani hukuman pidana 9 tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai azas tunggal.

Baasyir menganggap Amerika Serikat berada di balik eksekusi putusan yang sudah kadaluwarsa itu. April 2002, pemerintah mempertimbangkan memberikan amnesti kepada tokoh Majelis Mujahidin Indonesia itu.

Dari pengecekan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) ketika itu, Yusril Ihza Mahendra, ternyata Baasyir memang belum termasuk tahanan politik/narapidana politik yang memperoleh amnesti dan abolisi baik dalam masa pemerintahan Presiden Habibie maupun massa Abdurrahman Wahid.

Pada 8 Mei 2002, Kejaksaan Agung akhirnya memutuskan tidak akan melaksanakan eksekusi putusan Mahkamah Agung itu.

Alasannya, dasar eksekusi tersebut, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 11/ PNPS/1963 mengenai tindak pidana subversi, sudah dicabut dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Kejagung menyarankan Kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo (Jawa Tengah) untuk memintakan amnesti bagi Baasyir kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.

Dibebaskan

Pada 8 Agustus 2002, Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk pimpinan Mujahidin di mana Abubakar Baasyir terpilih sebagai ketua Mujahidin sementara.

Pada 1 Oktober 2002, Baasyir mengadukan Majalah Time karena berita yang ditulis majalah itu pada 23 September 2002 dianggapnya trial by the press dan mencemarkan nama baiknya.

Baasyir membantah semua tudingan yang diberitakan Time bahwa dirinya mengenal teroris Umar Al-Farouq. Baasyir meminta pemerintah membawa Omar Al-Faruq ke Indonesia menyusul pengakuannya yang mengatakan mengenal dirinya. Dia mengatakan sudah sepantasnya Al-Farouq dibawa dan diperiksa di Indonesia.

Pada 17 Oktober 2002, Mabes Polri melayangkan surat panggilan kepadanya sebagai tersangka, namun Baasyir tidak memenuhi panggilan Mabes Polri untuk memberi keterangan mengenai pencemaran nama baiknya oleh Time.

Pada 18 Oktober 2002, Baasyir ditetapkan tersangka oleh Polri menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Mabes Polri di Afganistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali.

Akhirnya, pada 3 Maret 2005, Baasyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom 2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara.

Pada 17 Agustus 2005, masa tahanan Baasyir dikurangi 4 bulan dan 15 hari dan dibebaskan pada 14 Juni 2006.

Lama tak terdengar hiruk pikuk namanya, pada Senin, 9 Agustus 2010, Abu Bakar Baasyir kembali ditangkap tim Densus 88 atas dugaan terkait pelatihan teroris di Aceh. Ada beberapa peran Baasyir yang dirilis Mabes Polri, salah satunya dia diduga mengetahui semua rangkaian aksi terorisme dari Aceh hingga Bandung.

No comments:

Post a Comment